Senin, 30 Maret 2015

Surat kepada pandawa

Yang terhormat Para Pandawa

selama ini Kurawa dikenal sebagai pihak yang salah sedangkan pandawa sebagai pihak yang benar, saat ini hamba ingin meluruskan tentang hal ini.

Kalau Yang Mulia mau menelusuri tentu paduka akan tahu bahwa sebenarnya Pandawa dan Kurawa sebenarnya tidak mempunyai hak atas tahta Kerajaan Astina.
Alkisah pada waktu itu Sang Maha Prabu Sentanu, Raja Hastina jatuh cinta kepada Dewi Satyawati dan ingin memperistrinya. Dewi Satyawati adalah janda dari Hyang Palasara dan telah mempunyai anak bernama Abiyasa.
Sang dewi mempunyai permintaan bahwa kelak anaknyalah yang akan menjadi raja di Hastina, sedangkan pada waktu itu sang raja Sentanu telah mempunyai putra mahkotayang bernama Dewabrata. yang saat ini kita kenal sebagai Pahlawan Perkasa Bhisma.

Demi kebahagiaan ayahnya, Sang Bhisma bersedia meletakan gelar putra mahkotanya dan bersumpah tidak akan menikah untuk menghindari perselisihan kelak diantara keturunannya dengan keturunan dari Dewi Satyawati. Putra Sang Prabu Sentanu dari Dewi Satyawati adalah wicitrawirya dan wicitragada. dan Yang menggantikan menjadi raja adalah wicitragada sebagai anak yang sulung.

Maharaja Wictritragada akhirnya meninggal dalam pertempuran dan tidak meninggalkan keturunan, tampuk pemerintahan selanjutnya di gantikan oleh Wicitrawirya yang akhirnya juga meninggal karena sakit dan juga tidak meninggalkan keturunan.

Dan Sang Rsi Bisma yang terikat pada sumpahnya tidak bersedia menjabat sebagai raja.
Atas kejadian itu maka janda dari wicitrawirya “dibuat hamil” oleh Abiyasa, yaitu putra Dewi Durgandini dengan Bagawan Palasara. Dengan tujuan agar Negara Hastina mempunyai raja sesuai permintaan Dewi Setyawati yaitu berasal dari keturunannya, dan rsi Bhisma juga menyetujui hal itu.

Putra dari Abiyasa adalah Drestarata, Pandu, dan Widura.
Drestarata mempunyai anak yang dikenal sebagai kurawa Dan Pandu mempunyai anak yang disebut Pandawa.
Karena cacat mata yang di deritanya, Destarata sebagai putra sulung, merelakan tahta kerajaan Hastina kepada Pandu, tetapi karena kematian dari Raja Pandu, maka Destarata mengambil kembali hak nya sebagai putra sulung menjadi raja di hastina, hal ini disebabkan karena anak2 Raja Pandu waktu itu masih kecil, dan belum bisa menjabat sebagai raja.
Dalam hal ini Sang Destarata adalah benar-benar raja dan bukanlah wali dari Pandawa.

Dan Raja Destarata mewariskan tahta kerajaan Hastina kepada Duryudana yaitu putra sulungnya.
Dari silsilah itu tentu Sang Maharaja Yudistira maklum bahwa sebenarnya yang mempunyai hak atas tahta Negara Hastina adalah Rsi Bhisma, bukan Kurawa ataupun Pandawa. Dia adalah pewaris sah kerajaan Hastina. Dan yang mulia juga tahu bahwa dalam perang Baratayudha, Rsi Bhisma memihak kepada Kurawa, dalam hal ini tentulah bahwa Rsi Bhisma berkenan memberikan
haknya sebagai ahli waris kerajaan kepada Kurawa.

Bahkan perang yang mulia sebut sebagai perang baratayudha atau perang diantara keturunan Bharata adalah salah. Karena pandawa dan kurawa bukanlah keturunan dari Maharaja Barata yang mendirikan kerajaan hastina, tetapi merupakan keturunan dari Hyang Palasara, seorang pertapa.
Dalam hal ini Pandawa adalah salah karena berusaha merebut kerajaan hastina dari kurawa yang mendapat perlindungan dari Rsi Bhisma.

Jika Yang Mulia mempemasalahkan mengenai kerajaan Indraprasta, Yang Mulia harus mengingat bahwa kerajaan Indraprasta telah dimenangkan oleh kurawa dalam permainan dadu , dan sebelum menjadi kerajaan, Indraprasta adalah bagian dari Kerajaan Hastina. Jadi sangat dimaklumi apabila junjungan kami, Duryudana selalu berusaha mengambil kembali Indraprasta menjadi bagian dari Kerajaan Hastina, berusaha mempersatukan lagi wilayah yang terpecah dari hastina dan hal ini telah dilaksanakan dengan cerdik oleh patih sangkuni melalui permainan dadunya.
Tentu yang mulia maklum bahwa sebutan licik atau cerdik hanyalah antara yang menang dan yang kalah.

Patih Sangkuni adalah seorang mahapatih kerajaan Hastina dan juga paman dari Kurawa yang ingin melanggengkan pemerintahan kurawa dari perpecahan antara Hastina Indraprasta yang tentunya akan mengganggu pemerintahan para kurawa sebagai penguasa di Hastina.

Seandainya Yang Mulia adalah Patih Sangkuni, tentunya Yang Mulia tidak akan menyalahkan tindakan Maha Patih Sangkuni yang dilakukannya demi kebahagiaan dan kelanggengan kekuasaan Kurawa yang adalah keponakannya. Bagi kurawa maka patih sangkuni adalah seorang paman terbaik di dunia.

Dalam perang yang terjadipun bukan hanya Kurawa yang melakukan pelanggaran perang. Tentu Yang Mulia masih ingat akan kematian Rsi Bhisma. Pada Waktu itu Rsi Bhisma menurunkan senjatanya karena tidak ingin melukai Srikandi yang tidak ingin dilukainya, tetapi Arjuna menggunakan kesempatan ini untuk menyerang Rsi Bhisma, sedangkan aturan perang mengatakan tidak boleh menyerang atau membunuh musuh yang tidak berdaya, dalam arti tidak melawan atau menyerah.

Pelanggaran ini juga terjadi pada  kematian Maha Guru Durna yang merupakan guru dari pandawa dan kurawa, meskipun Guru Durna di ceritakan sering berusaha mencelakai Pandawa, tetapi Yang Mulia Maklum bahwa Pandawa tidak pernah celaka oleh Guru Dorna. Sebaliknya Pandawa selalu mendapat ilmu dari Guru Dorna yang tersembunyi dalam “usaha mencelakai Pandawa” tersebut.
Bahkan Duryudana sering menyebut Guru Dorna lebih sayang Pandawa daripada Kurawa. Dan memang Guru Dorna sering memuji Pandawa adalah muridnya yang paling berbakat.

Di saat Pandawa sudah tidak mampu mengalahkan Guru Dorna, maka Pandawa telah licik mengumumkan bahwa Aswatama, anak Guru Dorna telah Gugur.
Padahal waktu itu Aswatama masih hidup. Rasa kehilangan atas berita matinya Aswatama membuat Guru Dorna menjadi linglung, ia bersimpuh dan segera bersemadi atas meninggalnya Aswatama. Dan menggunakan kesempatan ini pihak Pandawa membunuh Guru Dorna yang tiada melakukan perlawanan dengan memenggal kepalanya..

Jika Yang Mulia Mempermasalahkan penghinaan atas Drupadi yaitu isri dari ke lima pandawa, di arena dadu, Yang Mulia harus ingat bahwa waktu itu Drupadi telah kami menangkan sebagai barang taruhan di atas arena dadu. Penghinaan itupun tidak sebanding dengan yang dilakukan Arjuna atas Raja Palgunadi.

Waktu itu Harjuna jatuh cinta pada istri Palgunadi dan berusaha berbuat tidak sopan.
Hal ini membuat Palgunadi marah, meskipun Palgunadi memenangkan pertempuran, ia tidak membunuh Arjuna dan hanya menasehatinya saja, tetapi Arjuna yang diliputi dendam dan rasa malu kepada Palgunadi terus berupaya membunuh Palgunadi dengan akal liciknya. menyamar sebagai Guru Dorna.yang dihormati oleh Palgunadi dan berhasil membunuhnya.
Dan istri Palgunadi yang mengetahui hal itu segera bunuh diri menyusul suaminya karena tidak ingin ternoda oleh Arjuna,

Dan masih banyak lagi yang lainnya Yang Mulia, ini bukanlah berusaha menjatuhkan Pandawa, tetapi hanya pembelaan diri Kurawa terhadap kabar yang mengatakan Kurawa adalah angkara murka.

Demikianlah surat ini hamba buat sebagai pelurusan sejarah dan keberatan kami Atas kabar yang tersiar.

********
Dan demikianlah suatu tokoh bisa menjadi pahlawan atau pecundang, suatu tokoh bisa menjadi baik atau buruk tergantung pada cara dan sudut pandang penuturnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar